Apa itu skrining SRQ??????
Self Reporting Questionnaire (SRQ) merupakan alat untuk mengukur kondisi mental seseorang yang memiliki batasan waktu 30 hari (Idaiani,
Sapardin, & Susilowati, 2015).
SRQ juga merupakan alat untuk melakukan skrining kesehatan jiwa dengan jawaban Ya dan Tidak untuk memudahkan masyarakat menjawab pertanyaan (suyoko 2012).
isi pertanyaan yang ada dalam SRQ mengarah pada keadaan gejala cemas, deprisi, kognitif, somatik, dan gejala penurunan energi.
Menurut Idaiani, Saparadin, & Sulistiowati, 2015, SRQ mungkin tidak dapat mendeteksi gangguan kesehatan jiwa pada individu yang memiliki riwayat penyakit mental maupun kejiwaan atau kondisi pada penderita gangguan jiwa.
SRQ digunakan pada penelitian Riskesdas 2013 untuk menilai gangguan mental emosional. SRQ teridiri dari 20 butir pertanyaan, di mana kuesioner
tersebut memiliki nilai batas 6, yaitu jika responden menjawab “ya”
30
sebanyak enam pertanyaan atau lebih, maka responden tersebut
diindikasikan mengalami gangguan mental emosional (Kemenkes RI,
2013).
Rincian pertenyaan SRQ menurut (Chereian, Peltzer, & Cherian (1998) dalam Idaiani, Suhardi, & Kristanto
(2009) ialah:
Pada pertanyaan no 6, 9, 10, 14, 15, 16, 17 Menunjukan gejala Depresi
Pada pertanyaan no 3, 4, 5; Menunjukan gejala
Cemas
Pada pertanyaan no 1, 2, 7, 19; Menunjukan gejala Somatik
Pada pertanyaan no 8,
12, 13; Menunjukan Kognitif
Pada pertanyaan no 8, 11, 12, 13, 18, 20 Menunjukan gejala penurunan energi
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menggunakan Self Reporting
Questionnaire (SRQ), menunjukkan bahwa rata-rata 11,6% penduduk dari semua
provinsi di Indonesia, usia 15 tahun keatas, mengalami gangguan mental
emosional. SRQ ini diberikan ke 33 provinsi di Indonesia, yang terdiri dari 438
kabupaten atau kota (Idaiani, Suhardi, & Kristanto, 2009). Menurut Direktur Bina
Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan, Irmansyah, angka tersebut
menyebabkan kerugian ekonomi Indonesia hingga 20 triliun. Kerugian berasal
dari hilangnya produktivitas seseorang, serta beban ekonomi dan biaya kesehatan
yang harus ditanggung keluarga dan negara (Kompas, 2012).
Menurut Hidayat, Ingkiriwang, Andri, Asnawi, Widya, & Susanto
(2010), alat deteksi dini gangguan mental dapat menjadi salah satu upaya
membantu mengatasi permasalahan kesehatan mental di Indonesia. Selama ini,
kebanyakan pasien yang mengalami gangguan mental, terlebih dahulu datang ke
Puskesmas dengan berbagai keluhan yang tidak jelas dan terkait dengan kondisi
fisik (Retnowati, 2011).
Selain pada pasien yang berkunjung ke Puskesmas gangguan mental emosional dapat terjadi kepada siapapun dan berbagai kalangan. Dengan beban kehidupan yang meningkat pada era globalisasi ini, dapat meningkatkan produktifitas dan beban kerja, sehingga memicu stressor yang ada dalam diri semakin banyak atau berat. Untuk menghindari hal tersebut meningkat pada fase lebih akut atau bersifat berkepanjangan maka perlu dilakukan skrining SRQ ini agar dapat mendeteksi lebih awal status mental emosional pada dirisendiri dan mengatasinya sedini mungkin.
Begitupun dalam situasi bekerja kita memerlukan sehat fisik, jasmani dan rohani artinya lebih spesifik kedalam sehat jiwa.
Kenapa dalam dunia bekerja memerlukan sehat jiwa???
Karena setiap orang yang bekerja atau dalam melakukan aktivitas pekerjaan membutuhkan aktivitas kerja yang baik (sehat jiwa) agar tetap bisa produktif dan berkontribusi dengan baik dimana ia bekerja, selain itu sehat jiwa berdampak pada hubungan relasi yang baik, poses diskusi dalam pemecahan masalah......jika jiwa tidak sehat maka dampaknya lebih sering terjadi konflik atau permasalahan dalam duania pekerjaan atau diri sendiri.
maka dari itu UPT Puskesmas Babakan Sari, melakukan skiring SRQ pada karyawan untuk menilai status mental emosional yang dapat berdampak pada produktivitas pekerjaan yang sedang dilakukan. dengan tujuan karyawan UPT Puskesmas Babakan Sari sehat jiwa, produktifitas kerja meningkat.
Karena menurut UU RI no 18 tahun 2014...
Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana individu dapat berkembang secara fisik, mental, sspiritual dan sosial, sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
karena setiap aspek kehidupan manusia membutuhkan derajat kesehatan jiwa yang baik untuk meningkatkan derajat kehidupan yang optimal....
SEHAT MULAI DARI DIRI KITA SENDIRI.....
Friday, June 28, 2019
Friday, June 14, 2019
UPAYA PENGENDALIAN PENYAKIT
TIDAK MENULAR (PTM)
DENGAN PENDEKATAN GERMAS
Penyakit Tidak Menular (PTM)
merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh infeks maupun kuman. Akan tetapi
PTM merupakan termasuk penyakit kronis degeneratif, antara lain: penyakit
jantung, diabetes melitus (DM), kanker, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),
dan gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.
Penyakit tidak menular (PTM)
merupakan salah satu penyakit yang harus lebih di perhatikan saat ini, karena
penyakit tidak menular menjadi penyebab meningkatnya jumlah angka kematian di
Indonesia. Data Rikesdas 2007 menunjukan di
perkotaan, kematian akibat stroke pada kelompok usia 45-54 tahun sebesar 15,9%
sedangkan di pedesaan sebesar 11,5%. hal tersebut menunjukan PTM (terutama
stroke) menyerang pada usia produktif. sementara itu prevalensi PTM lainya
cukup tinggi, yaitu: hipertensi (31,7%), arthritis (30,3%), penyakit jantung
(7,2%) dan cedera (7,5%).
Hal ini dipicu
berbagai faktor resiko, antara lain merokok, diet yang tidak sehat, kurang
aktivitas fisik dan gaya hidup tidak sehat. Rikesdas 2007 melaporkan 34,7%
penduduk usia 15 tahun ke atas merokok setiap hari, 93,6% kurang konsumsi buah
dan sayur serta 48,2% kurang aktivitas fisik. selain berdampak pada kematian
PTM juga dapat menurunkan tingkat produktivitas pada masyarakat sehingga
berdampak pada beban pemerintah dalam Jaminan kesehatan.
Untuk dapat
mengendalikan penyakit tidak menular (PTM) ini memerlukan beberapa stategi
khusus yaitu salah satu strategi dalam meningkatkan
pembangunan kesehatan dengan pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat
termasuk dunia usaha (kelompok khusus) dalam bentuk gerakan masyarakat hidup
sehat (GERMAS). Gerakan masyarakat sehat (GERMAS) merupakan suatu tindakan sistematis, terencana dan terukur dengan
dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen masyarakat baik aparatur
sipil sampai perangkat daerah dalam membentuk suatu komitmen bersama sebagai
upaya pengendalian PTM untuk kualitas hidup yang sehat berdasarkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan dalam berprilaku sehat. pelaksanaan GERMAS ini harus
dilakukan mulai dari diri sendiri dan keluarga. karena perubahan perilaku
menuju sehatdapat dimulai dengan niat dan komitmen yang kuat dari diri sendiri
sehingga dapat memberikan motivasi kepada keluarga yang merupakan orang
terdekat serta bagian terkecil dari masyarakat yang membentuk suatu kepribadian.
GERMAS dapat
dilakukan dengan cara : melakukan aktivitas fisik, mengkonsumsi sayur dan buah,
tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, memeriksa kesehatan secara rutin,
membersihkan lingkungan serta menggunakan jamban. Namun terdapat 3 hal yang
menjadi prioritas utama yang dapat dilakukan secara mandiri oleh diri sendiri
yaitu : Aktivitas fisik 30 menit setiap harinya, makan sayur dan buah serta
istirahat yang cukup.
Hal tersebut
dapat dilakukan dengan bersikap CERDIK yaitu meliputi: cek kesehatan secara
rutin, enyahkan dari asap rokok, rajin olah raga, diet teratur, istirahat cukup
6-7 jam, kelola stres. Selain CERDIK dalam pengendalian PTM terdapat suatu
slogan yaitu PATUH: periksa kesehatan secara rutin dan ikut anjuran dokter,
atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur, tetap diet sehat
dengan gizi yang seimbang, upayakan beraktivitas fisik dengan aman, hindari
rokok, alkohol dan zat karsinogen lainya. bila manajemen kesehatan dengan
CERDIK dan PATUH ini dilakukan dengan setiap hari, baik oleh individu (diri
sendiri) maupun keluarga maka PTM dapat dicegah sedini mungkin atau dapat
terkendalikan.
Pengendalian PTM
selain dilakukan dengan cara tersebut, GERMAS ini memerlukan suatu pemberdayaan
dan peningkatan peran serta masyarakat yang di dukung oleh lintas sektor
setempat, yaitu dengan cara memberi
fasilitas dan bimbingan dalam mengembangkan wadah untuk berperan, dibekali
pengetahuan dan keterampilan untuk mengenali masalah di suatu masyarakat, dalam
mengidentifikasi, merumuskan dan menyelesaikan permasalahannya yang terdapat
dalam masyarakat tersebut berdasarkan prioritas dan potensi yang ada. Untuk
menentukan prioritas masalah, merencanakan, melaksanakan, memantau dan menilai
kegiatan, peran serta masyarakat perlu dilibatkan sejak awal. Potensi dan
partisipasi masyarakat dapat digali dengan maksimal, sehingga solusi masalah
lebih efektif dan dapat menjamin kesinambungan kegiatan upaya pengendalian PTM
dengan dibangun berdasarkan komitmen bersama dari seluruh elemen masyarakat
yang peduli terhadap ancaman PTM melalui Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM.
Pengembangan Posbindu PTM
merupakan bagian integrasi dari sistem pelayanan kesehatan, diselenggarakan
berdasarkan permasalahan PTM yang ada di masyarakat dan mencakup berbagai upaya
promotif dan preventif. POSBINDU PTM merupakan wujud peran serta masyarakat
dalam kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindaklanjut dini faktor resiko
penyakit tidak menular (PTM) secara mandiri dan berkesinambungan. Dalam
pelaksanaan Posbindu PTM pengendalian penyakit PTM melalui gerakan masyarakat
sehat (GERMAS), dapat dilaksanakan saling bersamaan. Posbindu PTM berfungsi
sebagai pengingat atau ALRM masyarakat untuk selalu melakukan gerakan hidup
sehat, dan deteksi dini faktor resiko PTM. Selain hal tersebut dalam
pelaksanaan Posbindu PTM mencakup berbagai aspek dan generasi usia, yaitu mulai dari
usia remaja sampai dewasa akhir dan kelompok khusus baik kelompok remaja,
sekolah maupun pekerja. Pelaksanaan posbindu PTM ini meliputi skrining faktor
resiko (deteksi penyakit PTM pada diri sendiri dan keluarga, merokok atau
tidak, makan sayur dan buah, aktivitas fisik, minum alcohol), mengukur Berat
Badan, Tinggi Badan, Lingkar Perut, IMT, Mengukur Tekanan Darah, Cek kadar gula
dalam darah, melakukan pengukuran kadar lemak, pemeriksaan fungsi paru
sederhana, iva test dan sadari, konseling diet dan senam bersama. Posbindu PTM
ini dapat dilakukan dan di akses di berbagai tempat yaitu di keluarga (rumah
tangga), sekolah, tempat kerja, tempat umum, kelompok khusus dan Puskesmas.
Dalam penatalaksanaan pengendalian penyakit tidak menular (PTM) ini semua
program di puskesmas harus saling terintegrasi dan berkesinambungan satu sama
lain, mulai dari kesehatan lingkungan, nutritionis, PTM, Kesehatan jiwa, KIA,
perkesmas, kesehatan olah raga, dll. Sehingga dapat dikemas dalam bentuk
sebagai intervesi keluarga sehat.
Saya sebagai Koordinator Program PTM di UPT
Puskesmasmas Babakan Sari Kota Bandung, yang mempunyai 44 Posbindu dimana
kegiatan Posbindu tersebut telah terintegrasi antara Posbindu PTM bersama
Posbindu Lansia, antusias masyarakat pun sangat meningkat dengan adanya
Posbindu PTM sehingga peminatan untuk pengadaan posbindu PTM di wilayah kerja
meningkat. Selain dilakukan skrining faktor resiko PTM di Posbindu, Puskesmas
juga melakukan skrining Faktor resiko di dalam gedung melalui Nursing Center
sebagai Pandu PTM yang bekerja sama dengan universitas keperawatan yang
melakukan pembinaan di wilayah kerja. Di Nursing center tidak hanya dilakukan
srining faktor resiko PTM namun dilakukan juga pelayanan Asma Terpadu (ASTER)
dengan menilai tingkat control pasien asma dalam mengendalikan kekambuhan
penyakit ASMA serta dilakukan penyuluhan pada pasien ASMA.
Bentuk pengendalian penyakit tidak menular tersebut, tidak
hanya sebatas dalam deteksi dini namun dapat dilakukan pelayanan secara
komperhenship dalam melakukan penatalaksanaan tindak lanjut bagi yang telah
terdeteksi penyakit PTM yaitu melalui program PERKESMAS. dalam program
perkesmas dilakukan kunjungan rumah secara rutin dan berkala sampai dengan
peningkatan status kesehatan keluarga mandiri, sesuai dengan pendekatan kasus
yang dibutuhkan melalui pendekatan keluarga sehat dan GERMAS. sehingga dukungan
keluarga dalam mengelola manajemen hidup sehat sangat berdampak dan terlihat
untuk penatalaksanaan jangka panjang dalam aspek keluarga.
Hal ini telah dilakukan di
puskesmas kami yaitu dengan melakukan pembinaan kepada pasien Diabetes Melitus
(DM) yang tidak terkontrol dan telah diketahui berdasarkan dari data hasil skrining PTM di
lapangan. Kunjungan rumah dilakukan oleh 4 orang tenaga kesehatan (Perawat, Nutrision,
Kesmas, Apoteker) secara bergantian dengan materi yang berbeda sesuai
kebutuhan. Mulai dari materi diet DM, perawatan kaki, gaya hidup sehat dan cara
minum obat. hal ini dilakukan secara bergantian dan berkesinambungan satu sama
lain dan diakhiri dengan evaluasi pemeriksaan kadar gula dalam darah di
Puskesmas. Dari pembinaan tersebut mendapatkan hasil pelayanan pengendalian pasien DM yang optimal, sehingga tingkat kontrol pasien DM meningkat baik dalam melakuka diet DM, olah raga teratur, dan kepatuhan minum obat dengan baik dan benar. Selain peningkatan kontrol pada pasien DM terlihat juga kadar gula darah yang stabil dan terkendali pada pasien DM. Sehingga dari hasil tersebut pelayanan pencegahan dan pengendalian PTM khususnya pada pasien DM harus lebih ditingkatkan.
Begitupun pada
kelompok resiko tinggi maupun yang telah terdeteksi PTM dapat dicegah melalui
asuhan keperawatan kelompok dengan intervensi asuhan keperawatan dan
melibatkan berbagai tenaga medis lainya dengan cara melakukan kolaborasi
bersama berbagai pihak yang dilakukan secara berkelanjutan guna melihat tingkat
keberhasilan pencegahan maupun pengendalian PTM tersebut. UPT Puskesmas Babakan
Sari mempunyai suatu inovasi yaitu kelas hipertensi yang di sebut BERISI (bersama
ikuti kelas hipertensi) yang baru di uji coba pada satu RW di Kelurahan
Sukapura, dengan metode yang digunakan ialah memberikan pengetahuan kepada satu
kelompok yang terkena penyakit Hipertensi beserta kader kesehatan secara rutin
selama dua minggu sekali dengan tema yang berbeda dalam setiap pertemuanya.
sedangkan untuk penatalaksanaan pengendalian PTM pada tingkat yang lebih besar
dilakukan asuhan keperawatan masyarakat dengan melakukan survey mawas diri
maupun hasil data dari PIS-PK atau berdasarkan data hasil skrining faktor
resiko PTM dilakukan tabulasi data, kemudian data dibawa ke musyawarah
masyarakat untuk menilai, menganalisis, permasalahan PTM yang ada di wilayah
tersebut untuk memecahkan suatu masalah dengan menghasilkan solusi serta
melaksanakan hasil pemecahan masalah tersebut secara bersama.
Sehingga tujuan untuk pengendalian faktor resiko PTM dapat tercapai melalui peningkatan kemandirian masyarakat, demi mewujudkan masyarakat Indonesia sehat yang mandiri dengan derajat kesehatan yang maksimal, terbebas dari PTM melalui GERMAS yang optimal, dalam bersikap CERDIK dan PATUH.
Sehingga tujuan untuk pengendalian faktor resiko PTM dapat tercapai melalui peningkatan kemandirian masyarakat, demi mewujudkan masyarakat Indonesia sehat yang mandiri dengan derajat kesehatan yang maksimal, terbebas dari PTM melalui GERMAS yang optimal, dalam bersikap CERDIK dan PATUH.
Subscribe to:
Posts (Atom)